IBADAH PALING UTAMA

 

 

Ibadah paling utama adalah amalan demi memperoleh ridha Allah Ta’ala, di setiap waktu, dan sesuai dengan yang diperlukan pada waktu tersebut. Ibadah paling utama saat jihad adalah jihad, meski harus meninggalkan ibadah-ibadah tertentu, seperti shalat malam dan puasa.

Ibadah paling utama saat kedatangan tamu, misalnya, adalah menunaikan hak tamu dan meluangkan waktu untuk tamu, meski harus meninggalkan ibadah yang dianjurkan. Seperti itu juga ketika menunaikan hak istri dan keluarga.

Ibadah paling utama di waktu sahur adalah qiyaamul lail, membaca Al-Qur’an, berdoa, zikir, dan memohon ampunan. Ibadah paling utama saat ditanya dan mengajari orang yang tidak tahu adalah mengajarkan sepenuh hati. Continue reading

Syarah Kitab Bulughul Maram: “Hukum Air Laut”

Dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah s.a.w pernah bersabda mengenai laut:

Laut itu airnya suci lagi menyucikan, halal bangkainya.

(Disebutkan oleh al-Arba‟ah dan Ibn Abu Syaibah, sedangkan lafaznya menurut riwayat Ibn Abu Syaibah. Ibn Khuzaimah dan Imam al-Tirmizi menilainya sebagai sahih. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Malik, Imam al-Syafi‟i, dan Imam Ahmad)

Makna Hadits

Hadits ini merupakan salah satu asas bersuci yang mengandung banyak hukum dan kaedah penting. Di dalam laut banyak terdapat hewan yang kadang kala ada yang mati, sedangkan hukum bangkainya pula adalah najis. Rasulullah s.a.w memberitahu bahwa hukum bangkai jenis ini berbeda dengan bangkai-bangkai yang selainnya. Beliau saw. menegaskan demikian agar mereka tidak berprasangka bahawa air laut menjadi najis karena ada bangkai hewan laut yang mati di dalamnya, dan supaya tidak mempunyai anggapan bahwa bangkai hewan laut itu najis.

Continue reading

Inilah Perjalanan Akhirat Tahap Demi Tahap (bagian 8)

 

 

Cara Menerima Catatan Amalan

 

Ibnu Taimiyyah berkata,

فآ خِذُ كِتَابِهِ بِيَمِيْنِهِ

Kemudian di antara mereka ada yang mengambil kitabnya dengan tangan kanannya.

Maka (آ خِذُ) adalah mubtada, khabarnya makhdzuf (dihilangkan) takdirnya adalah

(فمنهم آخذ) (di antara mereka ada yang mengambil…)

Dan dibolehkan mubtada itu nakiroh karena dalam kedudukan terperinci, yakni sesungguhnya manusia itu terbagi menjadi beberapa macam, di antara mereka ada yang mengambil kitabnya dengan tangan kanannya. Mereka adalah kaum mukminin. Di sini ada isyarat bahwa ada kemuliaan pada tangan kanan sehingga seorang mukmin akan mengambil kitabnya dengan tangan kanannya. Dan orang kafir akan mengambil kitabnya dengan tangan kirinya atau dari belakang punggungnya sebagaimana perkataan penulis: (وَ آخِذُ كِتَابِهِ بِشِمَالِهِ) artinya: dan di antara mereka ada yang mengambil kitabnya dengan tangan kirinya.

Continue reading